Setop Penyebaran Hoaks di Grup Percakapan, Pahami Etika di Ruang Digital
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Mudahnya penyebaran informasi di aplikasi percakapan saat ini memancing individu yang tidak bertanggung jawab untuk menyebarkan hoaks. Salah satu peran pemerintah dalam memberantas penyebaran berita bohong tersebut adalah dengan menerbitkan UU ITE sehingga diharapkan masyarakat bisa lebih berhati-hati dan memverifikasi sebuah informasi terlebih dulu sebelum ikut menyebarkannya.
Hal tersebut mengemuka dalam webinar bertema Santun & Cerdas Berkomunikasi di Aplikasi Percakapan yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasidi di Kota Makassar, beberapa waktu lalu.
Dalam webinar ini, Ketua STIKOSA AWS sekaligus Dosen Digital Marketing Meithiana Indrasari menegaskan bahwa etika yang ada di dunia nyata sama dengan etika di ruang digital, media sosial, maupun aplikasi percakapan. Etika itu misalnya dengan tidak menggunakan huruf kapital semua lalu melanjutkannya dengan menyebutkan beberapa contoh perundungan siber.
“Etika hadir sebagai seorang bijak yang mengingatkan kembali hakikat teknologi sebagai anugerah bagi manusia," kata Methiana.
Terkait etika digital, Dosen Pascasarjana Ilmu Komunikasi Universitas Bina Darma Palembang Bastian Jabir Pattara menggarisbawahi pentingnya mengecek siapa yang menulis berita yang dikirimkan oleh kerabat di grup obrolan pada aplikasi percakapan sebelum meneruskannya ke kerabat lain.
“Berita-berita yang kita posting, informasi yang kita posting, kita sudah verifikasi dengan baik. Selanjutnya, bagaimana mendistribusi pesan-pesan yang baik agar orang-orang dapat menjadi baik. Terakhir, santun. Santun di grup WhatsApp itu sama dengan yang di dunia nyata,” tuturnya.
Sementara itu, Staf Pengajar Prodi Jurnalistik UIN Alauddin Makassar A. Fauziah Astrid menjabarkan kendala dalam menghentikan penyebaran ujaran kebencian di ruang digital di beberapa platform seperti Facebook, Instagram, Twitter, dan YouTube. Ambil contoh Facebook. Platform tersebut memiliki kelebihan yakni jumlah penggunanya menduduki peringkat pertama. Sedangkan kekurangannya yakni adanya pengguna yang terlalu heterogen sehingga informasi yang muncul sangatlah beragam.
Fauziah juga menyampaikan tips untuk menghadapi penyebaran ujaran kebencian di ruang digital yang meliputi verifikasi informasi pada sumber yang valid serta pahami informasi, lakukan seleksi, dan identifikasi pada suatu informasi.
“Langkah-langkah melawan ujaran kebencian yang pertama dapat kita lakukan yaitu pendidikan mengenai etika media. Teman-teman yang ada di komunitas pendidikan mungkin bisa mengedukasi ke teman-temannya bagaimana caranya kita mampu melawan ujaran kebencian. Dimulai dengan kesadaran bahwa meskipun kebebasan berekspresi adalah hak asasi manusia yang mendasar, tapi munculnya media sosial ini akan menyebabkan berbagai platform untuk produksi konten dan sebagainya, termasuk ujaran kebencian,” paparnya.
Dengan hadirnya program Gerakan Nasional Literasi Digital ini diharapkan dapat mendorong masyarakat menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif. Kegiatan tersebut khususnya ditujukan bagi para komunitas di wilayah Sulawesi Selatan dan sekitarnya yang tidak hanya bertujuan menciptakan Komunitas Cerdas, tetapi juga membantu mempersiapkan sumber daya manusia yang lebih unggul dalam memanfaatkan internet secara positif, kritis, dan kreatif di era industri 4.0.
Hal tersebut mengemuka dalam webinar bertema Santun & Cerdas Berkomunikasi di Aplikasi Percakapan yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasidi di Kota Makassar, beberapa waktu lalu.
Dalam webinar ini, Ketua STIKOSA AWS sekaligus Dosen Digital Marketing Meithiana Indrasari menegaskan bahwa etika yang ada di dunia nyata sama dengan etika di ruang digital, media sosial, maupun aplikasi percakapan. Etika itu misalnya dengan tidak menggunakan huruf kapital semua lalu melanjutkannya dengan menyebutkan beberapa contoh perundungan siber.
“Etika hadir sebagai seorang bijak yang mengingatkan kembali hakikat teknologi sebagai anugerah bagi manusia," kata Methiana.
Terkait etika digital, Dosen Pascasarjana Ilmu Komunikasi Universitas Bina Darma Palembang Bastian Jabir Pattara menggarisbawahi pentingnya mengecek siapa yang menulis berita yang dikirimkan oleh kerabat di grup obrolan pada aplikasi percakapan sebelum meneruskannya ke kerabat lain.
“Berita-berita yang kita posting, informasi yang kita posting, kita sudah verifikasi dengan baik. Selanjutnya, bagaimana mendistribusi pesan-pesan yang baik agar orang-orang dapat menjadi baik. Terakhir, santun. Santun di grup WhatsApp itu sama dengan yang di dunia nyata,” tuturnya.
Sementara itu, Staf Pengajar Prodi Jurnalistik UIN Alauddin Makassar A. Fauziah Astrid menjabarkan kendala dalam menghentikan penyebaran ujaran kebencian di ruang digital di beberapa platform seperti Facebook, Instagram, Twitter, dan YouTube. Ambil contoh Facebook. Platform tersebut memiliki kelebihan yakni jumlah penggunanya menduduki peringkat pertama. Sedangkan kekurangannya yakni adanya pengguna yang terlalu heterogen sehingga informasi yang muncul sangatlah beragam.
Fauziah juga menyampaikan tips untuk menghadapi penyebaran ujaran kebencian di ruang digital yang meliputi verifikasi informasi pada sumber yang valid serta pahami informasi, lakukan seleksi, dan identifikasi pada suatu informasi.
“Langkah-langkah melawan ujaran kebencian yang pertama dapat kita lakukan yaitu pendidikan mengenai etika media. Teman-teman yang ada di komunitas pendidikan mungkin bisa mengedukasi ke teman-temannya bagaimana caranya kita mampu melawan ujaran kebencian. Dimulai dengan kesadaran bahwa meskipun kebebasan berekspresi adalah hak asasi manusia yang mendasar, tapi munculnya media sosial ini akan menyebabkan berbagai platform untuk produksi konten dan sebagainya, termasuk ujaran kebencian,” paparnya.
Dengan hadirnya program Gerakan Nasional Literasi Digital ini diharapkan dapat mendorong masyarakat menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif. Kegiatan tersebut khususnya ditujukan bagi para komunitas di wilayah Sulawesi Selatan dan sekitarnya yang tidak hanya bertujuan menciptakan Komunitas Cerdas, tetapi juga membantu mempersiapkan sumber daya manusia yang lebih unggul dalam memanfaatkan internet secara positif, kritis, dan kreatif di era industri 4.0.
(tsa)